Penambahan berat badan saat
hamil hingga batas tertentu kemungkinan meningkatkan risiko melahirkan anak
dengan autisme. Ini merupakan hasil dua penelitian kohort retrospektif dari
Utah, Amerika Serikat, di mana ada kaitan positif antara berat badan saat hamil
dan bukan sebelum hamil, dengan risiko autism spectrum disorder (ASD).
Dr
Deborah A. Bilder, dari University of Utah di Salt Lake City, juga menekankan
agar karena hal ini, maka ibu-ibu lantas kekurangan berat badan saat kehamilan yang
risikonya juga tidak kalah membahayakan. Dalam penelitian yang dimuat di jurnal
Pediatrics, edisi 28 Oktober, sebanyak 128 anak menderita ASD pada kelompok
yang terdiri dari 10.920 anak.
Risiko ASD secara signifikan berkaitan
dengan berat badan yang dicapai saat hamil. Untuk setiap penambahan 5 pound
(sekitar 2,5 kg) odds ratio (OR) sebesar 1,10 (95% confidence interval [CI],
1.03 - 1.17). Sampel kedua sebanyak 288 anak dengan ASD dan 493 saudara kandung
yang normal menemukan hal yang hampir sama. Penambahan 3 pound tidak secara
signifikan berkaitan.
Peneliti menjelaskan, kemungkinan
ada peran hormon dalam terjadinya autisme. Ibu, janin dan plasenta bersama-sama
menciptakan lingkungan steroid untuk janin. BMI dan berat badan yang dicapai di
masa kehamilan merupakan marker yang mudah diukur untuk penilaian endokrinologi
seperti halnya yang dilakukan untuk penelitian lain seperti kanker.
Meskipun penelitian ini
tidak untuk membuktikan apakah disregulasi hormon steroid menyebabkan autis,
namun bisa menjadi data pendukung untuk hipotesis dan untuk lebih mendorong
lagi penelitian tentang fenomena ini.
Ahli neurologi anak dr Max
Wiznitzer, dari Ohio yang tidak terlibat dalam penelitian memberikan komentar
bahwa hasil studi ini harus disikapi dengan hati-hati. Temuan yang dihasilkan
dalam penelitian ini adalah “kaitan” dan bukan “kausal”. Odds ratios 1.10 dan
1.17 menurut Max merefleksikan peningkatan risiko yang sangat kecil. Selain itu
perbedaan kedua kelompok (3 dan 5 pound) dianggap tidak terlalu lebar. Akhirnya
Max menganggap bahwa hasil studi ini menurutnya tidak signifikan secara klinis.
Sumber :
Majalah Farmacia
0 comments